Sabtu, 21 Agustus 2010

Cinta Sang Kekasih

Apakah karena Mengingat Para kekasih di Dzi Salam.
Kau campurkan air mata di pipimu dengan darah.
Ataukah karena angin berhembus dari arah Kazhimah.
Dan kilat berkilau di lembah Idlam dalam gulita malam.
Mengapa bila kau tahan air matamu ia tetap basah.
Mengapa bila kau sadarkan hatimu ia tetap gelisah.
Apakah sang kekasih kira bahwa tersembunyi cintanya.
Diantara air mata yang mengucur dan hati yang bergelora.
Jika bukan karena cinta takkan kautangisi puing rumahnya.
Takkan kau bergadang untuk ingat pohon Ban dan ‘Alam.
Dapatkah kau pungkiri cinta, sedang air mata dan derita.
Telah bersaksi atas cintamu dengan jujur tanpa dusta.
Kesedihanmu timbulkan dua garis tangis dan kurus lemah.
Bagaikan bunga kuning di kedua pipi dan mawar merah.
Memang terlintas dirinya dalam mimpi hingga kuterjaga.
Tak hentinya cinta merindangi kenikmatan dengan derita.
Maafku untukmu wahai para pencaci gelora cintaku.
Seandainya kau bersikap adil takkan kau cela aku.
Kini kau tahu keadaanku, pendusta pun tahu rahasiaku.
Padahal tidakjuga kunjung sembuh penyakitku.
Begitu tulus nasihatmu tapi tak kudengar semuanya.
Karena untuk para pencaci, sang pecinta tuli telinganya.
Aku kira ubanku pun turut mencelaku.
Padahal ubanku pastilah tulus memperingatkanku.
Peringatan akan Bahaya Hawa Nafsu
Sungguh hawa nafsuku tetap bebal tak tersadarkan.
Sebab tak mau tahu peringatan uban dan kerentaan.
Tidak pula bersiap dengan amal baik untuk menjamu.
Sang uban yang bertamu di kepalaku tanpa malu-malu.
Jika kutahu ku tak menghormati uban yang bertamu.
Kan kusembunyikan dengan semir rahasia ketuaanku itu.
Siapakah yang mengembalikan nafsuku dari kesesatan.
Sebagaimana kuda liar dikendalikan dengan tali kekang.
Jangan kau tundukkan nafsumu dengan maksiat.
Sebab makanan justru perkuat nafsu si rakus pelahap.
Nafsu bagai bayi, bila kau biarkan akan tetap menyusu.
Bila kau sapih ia akan tinggalkan menyusu itu.
Maka kendalikan nafsumu, jangan biarkan ia berkuasa.
Jika kuasa ia akan membunuhmu dan membuatmu cela
Gembalakanlah ia, ia bagai ternak dalam amal budi.
Janganlah kau giring ke ladang yang ia sukai.
Kerap ia goda manusia dengan kelezatan yang mematikan.
Tanpa ia tahu racun justru ada dalam lezatnya makanan.
Kumohon ampunan Allah karena bicara tanpa berbuat.
Kusamakan itu dengan keturunan bagi orang mandul.
Kuperintahkan engkau suatu kebaikan yang tak kulakukan.
Tidak lurus diriku maka tak guna kusuruh kau lurus.
Aku tak berbekal untuk matiku dengan ibadah sunnah.
Tiada aku dan puasa kecuali hanya yang wajib saja.

0 komentar:

Posting Komentar